Penentuan Kelulusan: BUAH SIMALAKAMA BAGI SEKOLAH
Oleh : Drs.
Adrianus Fua Radja, M.Pd
Pengawas Sekolah pada Dinas
PKPO Kabupaten Ngada/ Ketua PGRI Kabupaten Ngada
Evaluasi Pendidikan
Rapph Tyler (1950) dalam
Arikunto (2001:3) mengatakan bahwa evaluasi pendidikan merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan bagianmana
tujuan pendidikan yang sudah tercapai. Jika belum, apa sebabnya. Sedangkan
evaluasi dan penilaian pendidikan menurut PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagai berikut, (1) Penilaian dimengerti sebagai proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik; (2) Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan; dan (3) Ujian adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai
pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
Selain itu adapun beberapa ketentuan
tentang UN adalah: (a) UN dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan
akuntabel; (b) UN diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya
dua kali dalam satu tahun pelajaran. Pemerintah menugaskan BSNP (Badan
Standarisasi Nasional Pendidikan) untuk menyelenggarakan UN yang diikuti
peserta didik di lembaga pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal
kesetaraan; (c) Dalam penyelenggaraan UN, BSNP bekerja sama dengan instansi
terkait di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/ Kota, dan satuan pendidikan. Ketentuan mengenai UN diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri. Hasil UN digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk, (a) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; (b)
dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (c) penentuan kelulusan
peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; (d) pembinaan dan
pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
Kedudukan Sekolah
Kebijakan tentang kelulusan ditentukan
oleh sekolah dan UN tidak lagi menjadi satu-satunya syarat kelulusan tentunya
dapat menjadi pegangan para penyelenggara pendidikan. Peserta didik yang
dinyatakan lulus harus telah memiliki kompetensi-kompetensi tertentu, yaitu
kompetensi di bidang intelektual, kompetensi di bidang sikap dan kompetensi
dari sisi keterampilan. Sedangkan nilai UN hanya bisa mengukur ketercapaian
kompetensi di bidang intelektual. Karena itu ukuran yang digunakan juga harus
bisa mengukur proses. Nilai proses yang diperoleh selama belajar harus dapat
dijadikan pertimbangan untuk kelulusan seorang peserta didik. Jika demikian,
nilai UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan kelulusan adalah suatu
pernyataan yang benar dan dapat diterima.
Peran sekolah sebagai penentu
kelulusan tidaklah mudah. Sekolah dituntut memiliki himpunan data yang cukup,
autentik, akurat, terpercaya, dan akuntabel sehingga keputusannya tentang lulus
tidaknya seorang siswa benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Sekolah diharapkan
dapat mempertimbangkan sebaik mungkin tentang syarat-syarat kelulusan tersebut
agar peserta didik yang dinyatakan lulus benar-benar memiliki kompetensi
minimum untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk masuk ke
dunia kerja. Apabila hal ini tidak dipikirkan dengan benar maka akibatnya akan
ditanggung oleh sekolah sendiri. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah akan
berkurang, sekolah dapat menjadi sasaran ketidakpuasan peserta didik yang tidak
lulus dan kualitas lulusan sekolah berkurang.
Posisi sekolah sebagai penentuan kelulusan
siswa dalam UN memang bagai memakan buah simalakama, makan bapa mati, tidak
makan ibu mati. Posisi buah simalakama dapat terjadi apabila meluluskan siswa
yang tidak memenuhi syarat. Karena itu peran guru sebagai seorang profesional
dalam bidang pendidikan sangat dibutuhkan. Seorang guru diharapkan mengenal
dengan baik kemampuan anak didiknya. Pengenalan itu harus pula dibuktikan
secara fisik berupa data yang akurat dan objektif. Demikian pula halnya dengan
kepala sekolah yang memiliki peran sebagai edukator, manajer, administrator,
supervisor, pemimpin, inovator dan motivator di sekolah. Kepala sekolah harus
memiliki tanggung jawab utama dalam menjamin ketersediaan data yang mendukung
keputusannya menyatakan lulus tidak lulusnya seorang siswa. Hal yang sama
berlaku pula bagi seorang pengawas sekolah yang ditugasi untuk mendampingi
sekolah-sekolah, memiliki tanggung jawab dan memiliki data yang lengkap untuk
mendukung lulus atau tidak lulus seorang siswa. Sinergisitas antara guru,
kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat membantu sekolah untuk menentukan
kelulusan seorang siswa secara tepat dan benar.(*)
sumber:arsip Media Pendidikan Cakrawala NTT
Post a Comment