Header Ads

PENDIDIKAN MERETAS PARADIGMA BERPIKIR UNTUK BERTINDAK

Yohanes Donbosko Naif, S.Fil
Guru SMAN Mutis Naekake, Kefamenanu


Dalam bukunya Politics, Aristoteles menekankan pentingnya korelasi antara pendidikan dan tingkah laku manusia. ”Jika manusia dididik secara baik, dia akan menjadi yang terbaik dari ciptaan yang lain, jika tidak, maka akan sebaliknya”. Alur pemikiran ini menguraikan tentang bagaimana pentingnya suatu pendidikan bagi perjalanan hidup manusia. Pakar-pakar pendidikan zaman dahulu dan dewasa ini pun, kerap memberikan sebuah permenungan mendalam tentang kemutlakan pengetahuan untuk merevisi kehendak, cara berpikir dan bertingkah laku, pencitraan dan penciptaan, serta kebiasaan (habits).
Dalam kaitan dengan gagasan di atas, dari perspektif penulis, dapat dikatakan bahwa pendidikan memiliki arti penting untuk mengubah sebuah pengalaman empiris kemanusiaan.  Realitanya menunjukkan bahwa akibat dari sebuah pendidikan, manusia membuat suatu distingsi perubahan dari satu titik perubahan ke titik perubahan lainnya. Pendidikan manusia yang terjadi secara alami sejak dalam kandungan ibu dan menuju tingkat kedewasaan, membutuhkan sebuah metode untuk memprosesnya secara baik. Bagi Socrates, teknik atau metode yang dibutuhkan adalah teknik kebidanan. Teknik kebidanan merupakan kealamian pengetahuan yang dikandung seseorang, diperlukan seorang bidan (sekolah, guru, dosen, sistem pembelajaran, budaya, IPTEK, profesi) untuk melahirkan pengetahuan itu sendiri. Dengan teknik ini, manusia perlahan-lahan mengubah keadaannya setelah menggapai suatu proses pendidikan. Konsekuensinya, manusia perlu dididik agar pola perbuatannya menjadi lebih baik.
Sedangkan menurut pemikiran terdahulu, jika manusia mereduksi suatu kenyataan agar menjadi lebih manusiawi, maka setiap orang terpanggil untuk merenungkan keterbatasan dan mau belajar untuk merelatifkan keterbatasan dan terbuka terhadap perubahan. Manusia sebagai homo racionalis (makluk berpikir) perlu juga menyerahkan diri untuk mengalami dan mengenyami pendidikan bagi kelangsungan hidupnya. Mengapa demikian? Ada beberapa point yang bisa menjadi catatan penting berkaitan dengan makna pendidikan itu sendiri. Point-point tersebut antara lain:
Pertama, pendidikan merupakan sebuah sintesis antara pikiran dan nurani. Secara gamblang kita menyatakan bahwa pendidikan yang baik adalah korelasi antara akal budi dan hati nurani, yang kemudian direvisi oleh permenungan untuk menghasilkan perbuatan baik.  Kedua, pendidikan itu membebaskan. Seharusnya, setiap manusia memiliki motif yang sama bahwa pendidikan itu baik. Dengan begitu, ia dapat berikthiar untuk mengenalnya. Jika demikian, gambaran manusia tentang pendidikan itu akan menciptakan kebebasan nurani untuk menggapai pendidikan itu. Dan manusia tidak akan pernah berhenti belajar sampai ia mati. Sasaran yang dicapai tak lain adalah, pendidikan itu membebaskannya agar ia menjadi lebih bernalar dan bernazar untuk menentukan masa depan. Pendidikan membentuk manusia bebas berkreasi sebagai makluk pekerja (homo faber). Ketiga, pendidikan mengubah pola tingkah laku. Secara alami, manusia diciptakan baik untuk menjadi baik bagi dirinya dan realitas. Dengan kata lain, manusia dididik secara baik, untuk menjaga kebaikan yang diaplikasikan lewat tingkah laku baik. Menurut penulis, motivasi tindakan baik manusia ditularkan oleh ajaran pendidikan keluarga, agama, institusi, budaya, perubahan dan kebiasaan massa. Keempat, pendidikan itu sebuah predikat pengakuan. Pengakuan yang dimaksudkan di sini adalah pengakuan terhadap kredibilitas kehidupan seseorang akibat dari suatu proses pendidikan yang panjang. Bukankah setiap manusia yang mengalami pendidikan formal, akan mendapat pengakuan secara formal pula dihadapan hukum! Pendidikan itu akan mendewasakan manusia agar lebih kompeten dalam beraktifitas lewat bidang yang digeluti. Spesialisasi pendidikan formal dewasa ini, mengungkapkan hal ini, sehingga banyak universitas menularkan berbagai sarjana seperti yang kita ketahui, seperti sarjana pertanian, peternakan, pendidikan dan lain-lain. Yang perlu dianalisis lebih jauh adalah bagaimana kesiapan kaum cendikiawan tersebut untuk mengaplikasikannya dalam etika profesi dan perbuatan keseharian. Kelima, pendidikan membentuk manusia bijaksana (homo sapiens).
Pengalaman pendidikan yang baik, akan menghasilkan manusia bijaksana terhadap sebuah kemungkinan hidup. Seperti ada sebuah ungkapan all the things is possibility : segala sesuatu adalah sebuah kemungkinan“. Realita kehidupan berada dalam kemungkinan-kemungkinan. Oleh suatu proses pendidikan manusia akan menjadi bijaksana untuk menentukan pilihan terhadap berbagai kemungkinan tersebut. Pendidikan akan membentuk manusia otonom untuk menentukan jawaban terhadap pertanyaan kehidupan; manusia menentukan pilihan profesi dalam dunia keprofesian; manusia menganalisa berbagai kebutuhan hidup; manusia mendisermenkan perbuatan baik dan mengurangi perbuatan buruk dengan pertimbangan pribadi dengan kebijaksanaan, berani mengambil keputusan dan bersedia menerima konsekuensinya. Dengan begitu, pendidikan akan mampu membentuk manusia menjadi makluk yang cinta akan kebijaksanaan hidup.
Akhirnya menurut penulis pendidikan merupakan kebutuhan hidup yang sangat urgen pengaruhnya. Pendidikan itu bukan hanya pendidikan formal yang bernuansa teoritis tetapi mencakup seluruh praksis hidup yang dialami manusia yang pada akhirnya membentuk manusia menjadi lebih kreatif dalam berpikir dan bertindak. (*) 

Sumber: arsip Media Pendidikan Cakrawala NTT

Tidak ada komentar