Header Ads

MENINGKATKAN PEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG MATERI PENDEKATAN GEOGRAFI

Martinus Paun, S.Fil
SMA Negeri 1 Adonara Barat

Pada umumnya dalam mempelajari ilmu geografi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat tiga pendekatan yang digunakan antara lain: pertama, pendekatan keruangan; kedua, pendekatan ekologi; dan ketiga, pendekatan kompleks wilayah. Pada kenyataannya, dari ketiga model pendekatan ini, secara substansial dan komprehensif, peserta didik belum memahaminya secara baik dan benar. Misalnya, ketika guru memberikan contoh kasus tertentu dan meminta peserta didik untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menentukan jenis pendekatan mana yang cocok dalam mengkaji fenomena tersebut, diperoleh sebuah kesimpulan bahwa peserta didik belum mampu untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menentukan jenis pendekatan yang dimaksud. Hal ini pernah saya alami ketika memberi ulangan di kelas X 1 SMA Negeri 1 Adonara Barat. Kesimpulan saya, kebanyakan peserta didik belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada akhirnya, saya berkeyakinan bahwa peserta didik di sekolah lain juga mengalami persoalan yang sama. Untuk itu, bagi guru persoalan ini perlu ditemukan solusi yang cepat dan tepat. Jika tidak, pemahaman peserta didik akan materi pelajaran geografi yang diberikan tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Sebagai pendidik yang kreatif, kita tidak boleh membiarkan kesulitan ini terus bercokol dalam pemahaman peserta didik. Para guru harus menemukan solusi yang cepat dan tepat, jika tidak daya nalar dan pemahaman peserta didik pada pelajaran geografi yang diajarkan tidak berproses secara baik. Akibatnya, nilai yang dihasilkan  tidak mencapai standar yang diharapkan.
Seperti halnya persoalan untuk mengatasi masalah di atas, maka guru mata pelajaran geografi harus berusaha menjelaskan ketiga pendekatan tersebut dengan menggunakan contoh-contoh konkret. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru mata pelajaran adalah: Pertama, memaparkan pengertian/konsep tentang pendekatan geografi apa adanya seperti yang ditulis di dalam buku-buku sumber. Kedua, memberikan contoh-contoh konkret yang terkait erat dengan definisi/pengertian. Secara tegas didefenisikan oleh para ahli bahwa pendekatan keruangan adalah pendekatan yang menggambarkan fenomena geografi tertentu yang terjadi pada suatu tempat atau lokasi tertentu dan pada waktu tertentu pula. Sedangkan, pendekatan ekologi adalah pendekatan yang menggambarkan fenomena geografi tertentu yang terjadi pada suatu tempat atau lokasi tertentu dan pada waktu tertentu pula dengan dilatarbelakangi oleh campur tangan manusia. Sementara pendekatan kompleks wilayah adalah pendekatan yang menggambarkan fenomena geografi tertentu yang terjadi di beberapa tempat atau lokasi tertentu pada waktu tertentu pula. (Erni Suharini, dkk. 2007. Geografi untuk Kelas X SMA. Semarang: Bengawan Ilmu. Hal. 1)
 Contoh konkret untuk pendekatan keruangan terjadi gempa bumi di kota Maumere pada tahun 1992. Fenomenanya adalah gempa bumi, bukan banjir, tsunami, dan sebagainya. Tempat atau lokasinya adalah kota Maumere, bukan Bajawa, Larantuka dan sebagainya. Waktunya adalah tahun 1992, bukan tahun 1993 atau bukan juga tahun yang lain. Contoh untuk pendekatan ekologi,  kebakaran hutan di Pulau Sumatera, Provinsi Riau akibat ulah orang-orang yang ingin menjadikan areal hutan sebagai lahan pertanian. Fenomenanya adalah kebakaran hutan, bukan kebakaran rumah atau kebakaran yang lain. Tempatnya adalah Pulau Sumatra, khususnya Provinsi Riau, bukan Provinsi Sumatera Selatan atau provinsi Aceh. Dan fenomena tersebut terjadi bukan secara alamiah, tetapi disebabkan oleh campur tangan manusia, yaitu ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Contoh konkret untuk pendekatan kompleks wilayah, pada musim hujan tahun 2014 terjadi banjir di beberapa tempat dalam wilayah Kecamatan Adonara Barat, yaitu di Waihelan, Leter, Ritawolo dan Kebang. Fenomenanya adalah banjir, bukan fenomena gunung meletus dan bukan pula fenomena gempa bumi atau fenomena-fenomena lainya. Tempatnya adalah Waihelan,  Leter, Ritawolo dan Kebang, bukan Wailiti atau Puugawa. Waktu terjadinya tahun 2014, bukan tahun 2013 dan tahun 2012. 
Dari penjelasan dengan memberikan contoh-contoh konkret tersebut di atas, saya mencoba memberikan soal ulangan yang sama dan ternyata siswa dapat mengerjakan soal tersebut dengan baik dan benar. Selain itu, guru mata pelajaran menampilkan soal-soal Ujian Nasional (UN) yang terkait dengan materi pendekatan geografi  dengan fenomena yang berbeda-beda, namun siswa tetap bisa menentukan jenis pendekatan yang dipakai untuk mengkaji fenomena-fenomena tersebut. Maka, dapat disimpulkan bahwa materi geografi dalam bentuk definisi yang abstrak akan mampu dipahami dengan baik dan benar oleh peserta didik jika konsep abstrak tersebut dikontekstualkan. Dengan kata lain, sebuah konsep abstrak dalam materi pembelajaran geografi harus dikonkretkan lewat contoh-contoh yang mengantar pemahaman lebih tegas. Oleh karena itu, penulis menyarankan  kepada teman-teman guru geografi untuk selalu berusaha memberikan contoh-contoh konkret pada konsep-konsep abstrak yang kita temukan dalam materi pembelajaran geografi. (*)

Sumber: arsip Media Pendidikan Cakrawala NTT

Tidak ada komentar